Sekelompok peretas diduga menyerang Kia Motors America, dan mengancam bakal menyebarkan data-data penting produsen mobil itu ke publik.

Para hacker itu menggunakan ransomware yang disinyalir telah menutup layanan vital, seperti aplikasi UVO Link, sistem pembayaran, dan situs yang digunakan dealer.

Menurut Bleeping Computer, pelaku meminta tebusan 404,5833 bitcoin untuk mendekripsi data. Dan, pada nilai saat ini, jumlah tersebut setara dengan Rp293,9 miliar.

Jika Kia tidak membayar tepat waktu, permintaan dari kelompok peretas akan meningkat menjadi 600 bitcoin (Rp436 miliar).

Bleeping Computer juga memperoleh catatan yang diduga dikirim para hacker kepada Kia.

Surat itu mengatakan bahwa jika Kia tidak berusaha menghubungi pelaku dalam waktu tiga hari, sebagian dari data yang diperoleh akan dipublikasikan.

Tuntutan tersebut tidak secara khusus mengatakan jenis data apa yang telah dicuri dalam peretasan ini.

Galeri: Logo Baru Kia

Anehnya, dalam sebuah pernyataan kepada Bleeping Computer pada 17 Februari lalu, sang automaker membantah bahwa mereka jadi korban hacking.

"Kami mengetahui spekulasi online bahwa Kia menjadi sasaran 'ransomware'. Tapi, bisa kami pastikan bahwa tidak ada bukti yang mengindikasikan data-data kami diretas," tulis Kia.

Yang tak kalah ganjil, surat ancaman datang dari alamat Hyundai Motor America - perusahaan yang sangat erat kaitannya dengan Kia.

Berdasarkan informasi anonim yang kami dapat, para teknisi di dealer Hyundai dan Kia mengaku tidak bisa mengakses sistem untuk menggunakan peralatan diagnostik. Hal itu terjadi sejak akhir pekan lalu.

Tentu saja kami harus menghubungi langsung pihak Hyundai dan Kia America untuk memastikan kebenaran isu tersebut.

Kia America mengakui adanya gangguan sistem, tapi bukan imbas peretasan seperti yang ramai dikabarkan di media sosial.

Mereka bahkan sudah membenahi beberapa di antara problem tersebut, dan siap berfungsi penuh dalam 24-48 jam ke depan.

Begitu juga Hyundai. Kepada Motor1.com, mereka menyangkal adanya serangan ransomware

"Hyundai Motor America mengalami gangguan IT yang memengaruhi beberapa sistem terkait pelanggan. Sistem tersebut sedang dalam proses untuk kembali online.

"Kami ingin berterima kasih kepada para pelanggan atas kesabaran mereka yang tiada henti. Dan, sekali lagi kami tegaskan, tidak ada kaitannya dengan ransomware," papar Hyundai.

Seiring meningkatkan penggunaan teknologi jaringan oleh perusahaan mobil, risiko peretasan dan serangan ransomware terhadap mereka juga berlipat ganda.

Beberapa kasus pernah tercatat di masa lalu.

Misalnya, pada 2017, ransomware memaksa Renault menghentikan proses produksi mereka di Prancis untuk sementara waktu. Sementara, Nissan juga harus melakukan hal serupa di Inggris pada saat itu.