Perusahaan asal India, Ola, tengah berencana membangun pabrik sepeda motor listrik dengan jumlah produksi 10 juta unit pertahun. Ola berambisi bersaing dengan produsen terbesar untuk kendaraan listrik seperti Tesla di Amerika Serikat (AS) dan NIO di Cina.

Tak tanggung-tanggung untuk mewujudkan hal tersebut, Ola menggelontorkan investasi sebesar 332 juta juta dolar AS (sekitar Rp4,8 triliun) untuk pembangunan pabrik tersebut.

Dilansir Motor1.com Indonesia dari Nikkei Asia, Ola membidik pasar India dan Internasional termasuk Eropa, Inggris, Amerika Latin, Asia Pasifik, Australia, dan Selandia Baru.

Perusahaan berkantor pusat di Bangalore itu didukung oleh perusahaan telekomunikasi dan media asal Jepang SoftBank Group Jepang.

Pada tahap pertama, pembangunan pabrik dijadwalkan selesai Juni 2021 dengan kapasitas produksi 2 juta unit setahun.

Seluruh fasilitas di pabrik itu pun diharapkan selesai pada 2022. Pabrik, dibangun di atas lahan seluas 202 hektar di negara bagian Tamil Nadu, akan memiliki 10 jalur produksi dan akan meluncurkan skuter setiap dua detik dengan kapasitas penuh.

Ola mengklaim berkontribusi pada visi Perdana Menteri Narendra Modi tentang "AtmaNirbhar Bharat" (India mandiri), selain mendukung tujuan keberlanjutan India.

 

"Rencana (kami) besar, berani, dan global dengan tujuan untuk menjadi perusahaan mobilitas berkelanjutan terdepan yang digerakkan oleh teknologi. Ini transformasional, bukan bertahap. Ini global, bukan hanya India. Ini berskala besar," demikian pernyataan dari Ola.

Bagi Ola, bisnis sepeda motor listrik akan menjadi ekspansi yang nyata dari bisnis ride-hailing yang sudah dilakukan selama satu dekade.

Ola saat ini melayani di lebih dari 250 kota seluruh dunia melalui berbagai macam kendaraan seperti sepeda, taksi argo, motor roda tiga, dan taksi, serta melalui lebih dari 2,5 juta mitra pengemudi.

Ola, yang secara resmi terdaftar sebagai ANI Technologies, sejauh ini telah mengumpulkan total 3,8 miliar dolar AS (sekitar Rp54 triliun) dari pembangkit tenaga listrik global seperti SoftBank, Tencent Holdings China, dan Tiger Global Management.

Menurut Hurun Global Unicorns 2020, perusahaan itu bernilai 6 miliar dolar AS (sekitar Rp86 teriliun). Hal tersebut membuat Ola menduduki peringkat keempat di India setelah Paytm, Oyo dan Byju's.

Ola telah mempertimbangkan penawaran umum perdana selama beberapa tahun terakhir. Co-founder dan CEO Bhavish Agarwal telah beberapa kali menegaskan bahwa pencatatan sahamnya secara publik akan dilakukan di India.

Dalam wawancara baru-baru ini dengan Bloomberg, dia mengulangi rencananya untuk memasuki pasar saham dalam 1-2 tahun ke depan.

Dari awalnya membuat e-skuter, perusahaan akan memperluas produksi sepeda motor listrik yang lebih luas. Pada Februari, ia memilih ABB yang berbasis di Swiss sebagai salah satu mitra utamanya untuk solusi robotika dan otomasi untuk jalur proses manufaktur utama pabriknya, termasuk jalur pengecatan dan pengelasannya.

Robot ABB akan digunakan untuk jalur perakitan baterai dan motor. Dalam persiapan untuk dorongan kendaraan elektronik globalnya, Ola Electric Mobility, bagian produksi Ola, mempekerjakan mantan eksekutif General Motors Jose Pinheiro sebagai kepala manufaktur dan operasi global dan Julien Geffard sebagai direktur strategi masuk ke pasar untuk memimpin operasi Eropa.

Pada Mei tahun lalu, mereka membeli startup skuter listrik yang berbasis di Amsterdam, Etergo BV.

"Masa depan mobilitas adalah listrik, dan dunia pasca-Covid-19 memberikan peluang bagi kami untuk mempercepat adopsi mobilitas listrik secara global," kata Agarwal.

"Setiap tahun, hampir dua kali lipat jumlah kendaraan roda dua yang terjual di seluruh dunia dibandingkan dengan mobil. Dengan kemampuan listrik yang terhubung secara digital, kendaraan roda dua akan makin muncul sebagai paradigma mobilitas perkotaan yang paling disukai di seluruh dunia dan memberdayakan setiap konsumen."

"Kami berharap dapat membangun kapabilitas global terbaik di bidang teknik, desain, dan manufaktur agar produk ini dibuat di sini di India," ia menambahkan.