Indonesia memiliki potensi signifikan untuk mengembangkan ekosistem industri kendaraan bermotor listrik dan baterai listrik.

Pada sektor hulu, Indonesia memiliki cadangan dan produksi nikel terbesar di dunia dengan porsi cadangan 24 persen dari total cadangan nikel dunia.

Sedangkan sektor hilir, Indonesia berpotensi memiliki pangsa pasar produksi dan penjualan kendaraan jenis bermotor roda dua dan empat yang sangat besar.

Yakni, dengan potensi 8,8 juta unit untuk kendaraan roda dua dan 2 juta unit untuk kendaraan roda empat pada tahun 2025 mendatang.

Dengan keunggulan rantai pasokan yang kompetitif, setidaknya 35 persen komponen EV (electric vehicle/kendaraan listrik) bisa berasal dari lokal.

Terkait hal itu, pemerintah Indonesia kini semakin serius mengambil peran besar dalam era elektrifikasi, dengan berupaya menjadi pemain besar dalam industri baterai dunia.

Alhasil, terbentuklah Indonesia Battery Corporation (IBC) didirikan sebagai holding untuk mengelola ekosistem industri baterai EV yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Pembentukan IBC ditandai dengan penandatanganan perjanjian pemegang saham (shareholders’ agreement) yang dilangsungkan pada 16 Maret 2021 lalu.

Menteri BUMN Erick Thohir mengumumkannya dalam konferensi pers pembentukan IBC yang dilaksanakan secara virtual pada Jumat (26/3/2021) lalu.

Penandatanganan tersebut dilakukan oleh empat perusahaan BUMN sektor pertambangan dan energi.

Mereka adalah Holding Industri Pertambangan: MIND ID, PT ANTAM Tbk, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero), dengan komposisi saham masing-masing 25 persen.

Konferensi Pers IBC
Konferensi Pers IBC

Pembentukan IBC disebut sebagai strategi pemerintah khususnya Kementerian BUMN untuk memaksimalkan potensi sumber daya mineral di Indonesia.

Sejalan IBC yang akan mengelola ekosistem industri baterai kendaraan bermotor listrik, mereka juga akan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga.

Yakni, perusahaan yang menguasai teknologi dan pasar global untuk membentuk entitas patungan di sepanjang rantai nilai industri EV battery.

Mulai dari pengolahan nikel, material precursor dan katoda, hingga battery cell, pack, energy storage system (ESS), dan recycling.

Hingga saat ini Kementerian BUMN telah melakukan penjajakan kepada beberapa perusahaan global yang bergerak di industri baterai EV.

Seperti dari Cina, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Eropa. "Kami terbuka untuk bekerja sama dengan siapa pun,” kata Erick.

“Hanya saja harus memenuhi tiga kriteria, yakni mendatangkan investasi pada sepanjang rantai nilai, membawa teknologi, dan pasar regional atau global,” ia menambahkan.

Tiga syarat itu menurutnya penting agar seluruh rantai nilai di industri EV battery ini dapat dibangun secara terintegrasi melalui sinergi yang strategis.

“Kami ingin menciptakan nilai tambah ekonomi dalam industri pertambangan dan energi, terutama nikel yang menjadi bahan utama baterai EV,” ujar Erick.

Selain itu, IBC juga mengembangkan ekosistem industri kendaraan listrik, dan memberikan kontribusi terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan.

“Investasi skala besar seperti ini akan membuka banyak lapangan kerja, khususnya untuk generasi muda kita,” kata pria yang juga mantan Presiden FC Internazionale (Inter Milan) itu.