Kami tersenyum saja mendengar rekan kami dari Motor1.com Jerman berkencan dengan Inka. Kami di Indonesia menyebut demikian dengan satu alasan kuat.

Rekan kami seorang pria bernama Roland Hildebrandt dan Inka adalah nama yang identik milik seorang wanita.

Rupanya, Inka adalah BMW 525 (E12) keluaran 1974. Ini bukan julukan yang dibuat oleh pemiliknya tapi sebutan populer dari pabrikan BMW langsung.

Nama Inka tertera jelas di brosur iklan di masa lalu dan di pelat yang ada di kabin mesin. Ya, sungguh tertulis Inka di sana.

Sebenarnya, BMW punya alasan kuat menjuluki produk mereka ini dengan sebutan Inka karena merujuk pada warna bodi yang seperti warna jeruk oranye cerah.

Lalu, warna cat inilah yang selanjutnya disebut warna Inka. Sehingga, saat Roland Hildebrandt melintas di jalanannya, Inka sangat kentara di antara warna pasaran lainnya.

BMW 525 (E12)

Inka sudah berusia 47 tahun. Panjangnya 4,62 meter, lebar 1,69 meter, dan tinggi 1,42 meter. Inilah mobil klasik dengan tanda penyok dan sedikit karat, tetapi sangat baik kondisinya.

BMW 525 ini adalah seri 5 pertama. Jadi, mobil inilah kakek buyut semua BMW seri 5. Untuk Inka, lebih pas disebut nenek buyut.

Mulai masuk ke pasar pada 1972 dengan varian 1800 dan 2000. Soal warna, BMW tampak memanfaatkan momen jelang pembukaan Olimpiade 1972.

Secara visual, BMW 525 E12 memiliki jarak sumbu roda 2,64 meter. Memadukan elemen studi Garmisch Bertone dari tahun 1970 dengan hidung hiu seri E3 dan E9.

BMW 525 (E12)

Sedangkan bagian tengah masih mengutip fitur pendahulunya. Meski demikian, desain BMW 525 ini tampak tak lekang oleh waktu.

Bagaimana mungkin mobil ini masih terlihat menawan meski sudah berusia 47 tahun. Satu-satunya kekurangan mungkin lampu belakangnya.

BMW tampaknya peka sehingga lampu itu direvisi bentuknya pada 1976. Lalu, tutup pengisi bahan bakar dipindahkan ke samping di sepatbor belakang di samping pelat nomor.

BMW 525 (E12)

Beralih ke interior, door handle berwarna krom dan setirnya menuntut kita harus mengendalikannya dengan lebih hati-hati.

BMW 525 E12 ini belum berorientasi pada pengemudi seperti pada E28 tapi ada upaya BMW untuk mulai memikirkan soal itu.

Dari balik kap, ada mesin enam silinder 145 daya kuda. Pada IAA 1973, di tengah krisis minyak, BMW malah merilis mesin 2.500 cc untuk model teratas dari seri 5 saat itu.

Meski demikian, inilah mesin enam silinder segaris legendaris yang membangun reputasi luar biasa BMW untuk pengembangan mesin.

BMW 525 (E12)

Saat dijalankan, kekuatan 145 daya kuda bisa dicapai dalam tempo yang cepat meski kita tetap mengurutnya dari gigi satu hingga empat.

Sesampainya di 100 km/jam, BMW 525 ini pun terdengar memiliki performa akustik yang baik. Perpaduan deru mesin dan angin masuk ke kabin dengan simfoni yang pas.

Meski BMW 525 berbobot kosong 1.345 kilogram, ini tidak tergolong ringan untuk kondisi saat itu. Sedangkan akselerasi 100 km/jam butuh 10,1 detik  dengan maksimal 193 km/jam.

Satu hal yang mengesankan adalah betapa tenangnya mesin enam silinder mencapai kecepatan 50 km/jam pada gigi tertinggi.

BMW 525 (E12)

Kapasitas bensin 70 liter atau 14 liter lebih banyak dari model E12 yang bermesin empat silinder. BMW 525 ini juga pernah dipuji karena konsumsinya yang lumayan irit.

Berjalan 100 kilometer menghabiskan 15 liter. Ini termasuk kala itu lantaran mobil rival butuh 18 liter untuk jarak yang sama.

Meskipun memiliki ban 14 inci, sasis Inka sangat bagus. Saat dipacu di kecepatan penuh, setir bisa dikendalikan dengan hanya dua jari meski kontak langsung dari roda depan tetap terasa.

Sayang, cermin eksterior kecil di pintu hampir tidak bisa digunakan. Tidak ada yang sempurna. Permukaan kaca yang sangat besar mengimbangi hal ini.

Lebih baik pemandangan serba bagus seperti itu daripada 50 sistem bantuan. "Sebuah mobil yang menyenangkan," kata Fritz Reuter dari auto, motor und sport pada ulasan di 1973.

BMW 525 E12 ini diproduksi sebanyak 122.272 unit pada 1973-1981. Rekan kami pun begitu terkesan dengan mobil ini dan ingin membelinya.

Wajar, kapan lagi melihat mobil warna oranye berkeliling kota tapi bukan sebuah truk sampah.

Hasil penelusuran di internet, sebuah BMW 525 dengan registrasi April 1977 dalam kondisi prima harganya di bawah 10.000 euro (sekitar Rp173,3 juta).

Galeri: BMW 525 E12 1974

Foto oleh: Fabian Grass