Tren elektrifikasi pada industri otomotif mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Bahkan Kementerian Perindustrian terus mendorong percepatan pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dan energi baru terbarukan (EBT).

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier menyampaikan, pengembangan kendaraan listrik juga diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi Teknis, Roadmap EV dan Perhitungan Kandungan Lokal.

“Indonesia menargetkan untuk mengembangkan industri komponen utama EV berupa baterai, motor listrik dan inverter,” kata Taufiek Bawazier.

Selama ini, industri otomotif mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional.

Potensi Indonesia saat ini didukung dengan 21 produsen otomotif, yang secara keseluruhan telah merealisasikan investasi senilai Rp71,35 triliun.

Total kapasitas produksi mencapai 2,35 juta unit/tahun, dengan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 38 ribu orang serta lebih dari 1,5 juta orang yang bekerja di sepanjang rantai nilai industri otomotif tersebut.

“Permintaan EV di dunia diperkirakan terus meningkat dan akan mencapai sekitar 55 juta unit pada tahun 2040."

"Pertumbuhan ini tentunya mendorong peningkatan kebutuhan baterai lithium ion (LiB),” ujar Taufiek menjelaskan.

Meningkatnya penggunaan baterai juga mendorong peningkatan pada bahan bakunya, sehingga negara dengan sumber bahan baku baterai ini nantinya memegang peranan sangat penting.

Taufiek juga menambahkan kebutuhan baterai lithium Ion akan terus meningkat seiring dengan berkembangnya isu lingkungan dan tren dunia.

Hal tersebut menjadi potensi pengembangan industri baterai yang merupakan komponen utama dalam ekosistem energi terbarukan.

Saat ini, di tanah air sudah terdapat sembilan perusahaan yang mendukung industri baterai.

Adapun lima perusahaan tersebut sebagai penyedia bahan baku, antara lain nikel murni, kobalt murni, nikel ferro, dan endapan hidroksida campuran. Keempat perusahaan lainnya adalah produsen baterai.

“Dengan demikian, Indonesia mampu mendukung rantai pasokan baterai mulai dari bahan baku, kilang, manufaktur sel baterai dan perakitan baterai, hingga daur ulang,” kata Taufiek.

Pengembangan baterai nantinya juga akan diarahkan untuk mendukung program renewable energy pemerintah, salah satunya melalui solar energy.

Baterai yang termasuk dalam ekosistem solar energy akan mendorong adopsi renewable energy sekaligus memacu pertumbuhan industri sel surya yang sudah terdapat di dalam negeri.

Taufiek menambahkan, masa depan kendaraan listrik juga tergantung pada inovasi baterai yang membuat baterai lebih murah, termasuk juga inovasi solid baterai dan pengembangan basis storage hidrogen.

“Dengan demikian kita harus mengantisipasi perkembangan ini karena akan membawa dampak pada baterai yang lebih murah, energi yang dihasilkan lebih tinggi dan waktu pengisian yang singkat,” tandasnya.

Pengembangan industri baterai juga perlu didukung dengan industri daur ulang.

Baterai yang nantinya akan menjadi limbah memerlukan penanganan yang komprehensif, antara lain dengan daur ulang agar proses pemurnian dapat dilakukan.

 

Galeri: 7 Mobil Listrik jika Didesain di Era 1960-an