Musim gugur yang lalu, Yamaha secara resmi menghentikan produksi R6. Pengumuman ini memang tiba-tiba, tapi tampaknya tak terelakkan. Hal ini makin menguatkan dugaan berakhirnya segmen supersport kelas menengah.
Beberapa bulan berselang, kondisinya berubah 180 derajat. Dengan rilis Aprilia RS660 baru-baru ini, Ducati Supersport baru, dan sekarang Yamaha YZF-R7 2022 alias terbaru, segmen supersport kelas menengah terasa bergeliat.
Model-model baru ini hadir dengan tujuan yang berubah, di mana motor-motor ini akan lebih nyaman untuk dikendarai, mengingat sebagian besar waktu akan dihabiskan di jalan raya.
Kelebihan dan Kekurangan R7
Kelebihan:
- Mesin CP2 dan torsinya, pengiriman daya linier
- Peningkatan suspensi dan sasis
- Harga 8.999 dolar AS (Rp128,9 juta) terasa sangat luar biasa
Kekurangan:
- Tenaganya bisa lebih besar
- ABS yang tidak dapat dialihkan
- Pilihan warna tidak banyak. Kami berharap ada pilihan warna Ice Fluo. Ada yang sama?
Pergi ke Timur
Yamaha mengundang kru Ride Apart (Grup Motor1.com) ke Atlanta, Georgia, untuk menjajal model terbaru Yamaha YZF-R7 2022.
Sudah lama kami tidak menjajal apa pun sejak melakukan perjalanan terakhir, mengingat situasi pandemi Covid-19.
Tapi toh para kru dapat duduk di belakang kursi penuh muatan menuju perbukitan hijau Georgia.
Selama lockdown, begitu banyak komentar yang muncul soal betapa melakukan perjalanan sangat dirindukan. Tapi, sekarang sepertinya itu tidak berlaku.
Kami bersyukur dapat sampai di Atlanta tanpa cedera. Setelah bertemu dengan jurnalis lain dan mengumpulkan barang-barang, kami menuju ke hotel untuk melihat sekilas supersport berwarna biru tersebut.
Sebelum melihatnya, kami tahu bahwa pilihan Yamaha menamai motor ini R7 akan mendapat reaksi keras dari para puritan.
Banyaknya pesan teks, DM Instagram, dan percakapan yang saya lakukan sejak pengumuman pers makin menegaskan asumsi tersebut.
Yamaha bahkan menggunakan seluruh slide dalam presentasi media untuk menjelaskan alasan mereka di balik keputusan tersebut.
Seperti diketahui, R7 adalah motor yang sempat diproduksi khusus untuk mengarungi kompetisi Superbike pada era 1990-an sampai 2000-an.
Kala itu, R7 adalah motor super tak terkalahkan yang dibanderol harga 40.000 dolas AS, atau sekitar 70.000 dolar AS (kurang lebih Rp1 miliar) dalam kurs saat ini.
Setelah melakukan banyak penelitian, Yamaha mulai membuat motor yang benar-benar diinginkan konsumen.
Yakni motor yang memberikan performa supersport sejati dengan harga terjangkau dan nyaman dikendarai setiap hari.
Bukan MT-07 dengan fairing
Sejak diluncurkan, MT-07 telah menjadi favorit untuk kesenangan berkendara murni dengan harga yang wajar.
Namun, sasis yang kurang menawan dan suspensi terlampau lunak adalah titik lemah yang signifikan.
Bagaimanapun, MT-07 tetap merupakan salah satu motor favorit untuk berkendara berkeliling kota dan sesekali menyusuri lembah.
Mesin CP2 yang luar biasa luwes menjadi penyebab motor ini begitu digemari. Kesuksesan ini membuat Yamaha menanamkan mesin yang sama untuk lini motor kelas menengah mereka selanjutnya, seperti T700, XSR700, dan MT-07.
Ketiganya merupakan motor yang menyenangkan dan mumpuni, dan R7 menjadi penerus yang sempurna.
Kesan pertama saat melihat R7 adalah bahwa motor ini sangat cantik untuk standar supersport. DNA R jelas ada dan dieksekusi dengan baik oleh Yamaha.
Saat menjajal menunggangi motor ini, terasa bahwa tempat pengendara cukup sempit, namun secara mengejutkan memberi ruang cukup lapang untuk bermanuver.
Yamaha sendiri menyatakan bahwa R7 adalah sepeda R paling aerodinamis yang pernah mereka buat.
Hadir dalam dua warna, Team Yamaha Blue dan Performance Black, motor ini langsung mencuri perhatian.
Livery biru khas Yamaha menonjolkan identitas pabrikan asal Iwata tersebut dengan baik. Namun, harus diakui, motor ini juga tampil menawan dalam balutan warna hitam.
Kesimpulan utama dari sesi konferensi pers adalah Yamaha menghabiskan lebih banyak waktu dan upaya untuk penelitian dan pengembangan R7 daripada perkiraan kami.
Menurut informasi yang diberikan, Yamaha telah mengembangkan motor ini selama lebih dari empat tahun dan lebih dari sekadar memasangkan fairing dan clip-on ke model MT-07.
Daftar inovasi yang dilakukan Yamaha dengan motor ini amatlah panjang, dan sebagian besar didorong oleh penelitian dan umpan balik pelanggan.
Dengan desain estetika yang baru, aerodinamis, suspensi dan sasis, rem, kopling, dan persneling, jelas bahwa banyak upaya dilakukan untuk membuat motor ini menjadi supersport sejati.
Saatnya berkendara
Acara uji coba motor R7 dilakukan di Atlanta Motorsports Park yang cukup mengesankan, yang merupakan sebuah trek pribadi kecil yang terletak satu jam di sebelah utara Atlanta.
Harus diakui, sirkuit ini sangat menyenangkan. Dirancang oleh Herman Tilke, orang di balik setiap trek F1 modern, trek sepanjang dua mil yang gila ini membuat Anda terus bekerja dan belajar sepanjang waktu.
Singkatnya, ini adalah trek yang sempurna untuk menguji R7. Setelah bersiap-siap, kini waktunya untuk melakukan beberapa putaran untuk orientasi.
Untuk uji coba ini, Yamaha menukar Bridgestone Battlax Hypersport S22 dengan Battlax Racing R11 yang lebih dikhususkan untuk melibas sirkuit. Pilihan yang masuk akal jika melihat karakteristik venue uji coba kali ini.
Begitu memasuki pitlane, kami langsung menemukan kesan sporty dari motor ini. Handlingnya pun terasa lebih ringan dari yang kami harapkan.
Untuk posisi berkendara memang mirip dengan R6, namun dengan sedikit kelonggaran untuk kenyamanan.
Perbedaan terbesar adalah bagaimana R7 terasa lebih mudah bermanuver dibanding pendahulunya.
Kemampuan manuver ini sepertinya akan sangat dihargai saat dihadapkan dengan tuntutan jalanan di dunia nyata.
Suara knalpotnya tergolong halus, meski Crankshaft Cross Plane 270 yang digunakan tetap memberi beberapa ciri khas. Namun, akan lebih baik jika menambah aksesoris agar ciri sportifnya makin terasa.
Sesi orientasi adalah sesi yang terbuka, dan kami melaju dengan santai di beberapa lap pertama untuk mempelajari trek dan membiasakan diri dengan feeling di atas motor.
Mesin CP2 bekerja seperti yang diharapkan, dan sistem Quick Shift opsional memungkinkan perpindahan gigi yang mulus.
Harganya fitur tambahan ini pun cukup terjangkau, 100 dolar AS (sekitar Rp2,8 juta), jadi kami merekomendasikan untuk mengeluarkan uang ekstra.
ECU telah diprogram sebelumnya untuk quick shifter, sehingga merupakan pilihan gampang jika Anda memilih keluar tapi berubah pikiran nantinya.
Yang paling mengejutkan selama mengendarai R7 untuk pertama kali adalah tumbuhnya rasa percaya diri.
Jarang sekali kami merasa begitu nyaman di atas motor yang melaju dengan begitu cepat.
Setelah sesi orientasi, kami dibagi menjadi dua kelompok dan memulai sesi kami sendiri. Rencananya sederhana, 30 menit masuk dan 30 menit keluar, sepanjang hari.
Dengan hanya empat pembalap di grup, kami hampir tidak pernah terjebak macet dan ini berarti ada banyak putaran yang kami lakukan dengan mendorong hingga batas kemampuan kami.
Seiring berjalannya hari, ritme di lintasan secara alami bertambah jadi makin cepat. Selama sesi pertama kami setelah makan siang, hubungan kami dengan R7 mencapai puncaknya.
Semuanya berjalan dengan mulus dan kami jatuh dalam keadaan mengalir, di mana kami bisa melupakan motor dan hanya fokus pada titik masuk, garis pandang, membuat transisi yang mulus, serta pengereman.
Menginjak rem
Pengereman adalah area kelemahan pribadi motor ini, dan kami berfokus untuk mengerem lebih lambat dan lebih keras.
Hal ini terutama berlaku di trek lurus, yang memiliki arena pengereman sangat pendek usai melewati garis finis.
Pada bagian depan, R7 dilengkapi dengan master silinder rem radial Brembo baru. Kalipernya menggunakan piston 30mm dan 27mm yang menjepit rotor ganda 298mm.
Kaliper belakangnya juga menggunakan master silinder Brembo, yang keduanya menjalankan tugas dengan baik, meski tidak luar biasa.
Pengereman keras di akhir lintasan lurus adalah satu-satunya tempat ABS benar-benar terlihat dan sedikit menakutkan, saat Anda mencoba untuk mengurangi kecepatan sebelum memasuki tikungan kiri yang sangat sempit di tikungan pertama.
Tikungan ini juga menunjukkan keunggulan slipper clutch, yang melakukan tugasnya dengan menghilangkan segala sandiwara ketika menurunkan gigi dari kelima atau keenam ke gigi kedua.
Kompleks Tikungan 2-4 dimulai dengan chicane kiri-kanan-kiri kecil yang sangat menyenangkan yang mengalir ke kiri panjang Tikungan 4.
R7 dapat melintasi tikungan dengan tenang meski ada pemindahan bobot yang cepat di area chicane.
Setelah area tikungan agresif selesai, R7 dapat tetap melaju dengan mantap di jalurnya untuk menaklukkan Tikungan 4, yang ternyata diinspirasi dari Karusel Nurburgring yang terkenal.
Suspensi dan handling
Sektor favorit saya di trek mungkin adalah Tikungan 9-10-11. Pada awalnya, rangkaian ini memang mengintimidasi, dengan jalan masuk yang cepat. Untungnya, punggung kami cukup kuat.
Masuk dengan cepat dan mengambil jalur melebar ke kanan di Tikungan 9, lantas menyusuri turunan dan bersiap menikung hampir 90 derajat ke kiri di Tikungan 10 memerlukan sedikit keberanian untuk mempertahankan kecepatan.
Pasalnya, Tikungan 10 diikuti turunan yang bermuara pada belokan ke kanan hampir 90 derajat di Tikungan 11.
Peningkatan tegangan di ujung depan ini berhasil diatasi dengan sangat baik oleh fork KYB USD 41mm baru (yang dapat disesuaikan untuk preload, kompresi, dan rebound).
Hal ini menghasilkan nuansa ujung depan yang luar biasa saat mengendalikan motor secara agresif melibas tikungan-tikungan sulit tersebut.
Keyakinan ini, dikombinasikan dengan pemilihan jalur yang tepat, akan membuat Anda mencapai kecepatan yang mengesankan saat melintasi tikungan-tikungan tersebut.
Tikungan 11 menampilkan g-out besar sebelum mendaki bukit yang curam. Sektor ini sangat teknis dan memaksa sasis dan suspensi bekerja secara maksimal.
Sekali lagi, peningkatan di dua aspek ini sangat terlihat dan R7 tampak mampu mengatasinya dengan mudah. Ini membuat saya terkesan.
Fakta menyenangkan lainnya, sektor ini ditata menurut tikungan Eau Rougu/Raidillon di Sirkuit Spa-Francorchamps.
Sedikit catatan untuk suspensi. Selain garpu depan yang dapat disesuaikan, shock KYB belakang juga dapat diatur untuk preload dan rebound.
Kami mengaturnya dengan tambahan tiga klik preload di bagian belakang dan satu di depan.
Sebagai referensi, kami mencatat waktu 5 menit 11 detik dengan track gear penuh dan berat badan 220 pon.
Kami terkesan bahwa suspensi R7 mampu membuat kami tetap berkelok-kelok di trek tanpa banyak keluhan, sesuatu yang tak bisa dibandingkan dengan MT-07.
Memasuki sektor akhir, Tikungan 13, 14, dan 15 pada dasarnya membuat jarak yang sangat panjang (0,4 mil) yang diperumit oleh kebutuhan berpindah dari gigi ketiga ke keempat secepat mungkin.
Anda perlu berpindah gigi dengan cepat untuk membawa kecepatan yang cukup untuk masuk ke gigi yang lebih tinggi yang mempersiapkan laju Anda di trek lurus.
Pola perpindahan gigi yang biasa berarti Anda perlu sedikit mengangkat motor untuk bisa memindah gigi dan ini memerlukan sedikit pemikiran.
Untungnya, Yamaha membawa Josh Hayes untuk membantu kami menavigasi trek dan sarannya sangat membantu.
Pada dasarnya Anda mesti memotong sudut masuk tikungan menjadi sedikit lebih tajam dan membiarkan inersia menarik Anda melebar saat mendekati Tikungan 14.
Setelah itu, baru masuk ke gigi keempat. Tahan posisi ini dan saat mengarungi Tikungan 14 lalu pindah ke gigi kelima (terima aksih Quick Shifter) saat mendekati Tikungan 15.
Dunia mulai terlihat kabur saat Anda menuju ke atas bukit. Jalan pun serasa menghilang sebelum Anda menemukan Tikungan 16 yang berbelok lembut ke kanan.
Dan di sini Anda mesti menahan gigi keenam saat melintasi trek lurus. Lewati garis dan turunkan persneling sambil mengurangi kecepatan perlahan-lahan dengan menarik tuas rem.
Ulangi hal yang sama di lap selanjutnya. Entah mengapa, ini terasa sangat mudah saat Josh mengatakannya.
Anda benar-benar harus berkonsentrasi dan memancang target untuk memaksimalkan kecepatan Anda di trek lurus.
Nah, di sinilah kami mendapati diri kami menginginkan sedikit lebih banyak kekuatan. Namun, kami juga tahu bahwa kekuatan ekstra akan membuat kami malas.
R7 memiliki sedikit kelemahan sehingga saat Anda menggabungkan semuanya, Anda benar-benar dapat merasakan hasilnya. Ini menjadikan R7 sarana yang sempurna untuk belajar.
Menutup hari ini, kami terus berpikir tentang bagaimana motor ini akan digunakan sehari-hari di jalanan.
Tidak ada cara untuk menghindari posisi berkendara yang agresir, tapi ukurannya yang kecil dan kemudi yang ringan membuatnya mudah dinavigasi menerobos padatnya lalu lintas.
Ditambah dengan pengiriman tenaga linier mesin CP2, motor ini kami rasa memiliki kemampuan harian yang sangat baik.
Kesimpulan akhir
Kami merasa Yamaha telah melakukan sesuatu yang luar biasa dengan motor ini. Sangat menyenangkan untuk bisa menaiki motor yang memberi banyak kesempatan bagus untuk belajar dan berlatih sebagai pengendara.
Supersport modern ini sangat mumpuni, dan bantuan pengendara terasa sangat efektif, sehingga membuatnya relatif mudah bagi pengendara yang tidak berpengalaman untuk mengatasi masalah besar di trek maupun di tikungan.
Satu-satunya kelemahan di R7 adalah sistem ABS-nya yang tidak dapat diubah-ubah, yang membuat Anda mesti menerimanya apa adanya.
Namun, berkat sasis yang sangat baik dan suspensi yang mumpuni, R7 tidak pernah benar-benar keluar jalur.
Hanya saat menjelang akhir sesi uji coba, dengan ban yang mulai aus, kami merasakan sedikit slip.
Itu adalah bukti betapa motor ini sangat memaklumi pengendara, di mana pemakluman ini adalah hal yang benar-benar bermanfaat bagi pengendara pemula dan menengah.
Kini, Anda tahu, "perubahan" tidak selamanya buruk, dan dengan harga 8.999 dolar AS (sekitar Rp128,9 juta) Yamaha telah menciptakan salah satu motor terbaik di pasar saat ini.