Sepeda motor lawas masih menarik untuk diulas, apalagi jika kondisinya terawat baik. Dan dalam artikel kali ini, kami mengulas pengalaman kami mengendarai salah satu sepeda motor legendaris di Tanah Air: Honda Astrea Grand 1996.
Berawal dari kebutuhan mencari alat tranportasi pribadi dengan budget minim, pada tahun 2019 saya memulai perburuan motor-motor bekas.
Pilihan akhirnya jatuh pada satu unit Honda Astrea Grand keluaran 1996 dengan kondisi yang masih cukup baik saat itu.
Semua lampu masih berfungsi dengan baik, dan electric starter, yang menjadi salah satu fitur unggulan, juga masih bisa digunakan tanpa masalah.
Pun demikian dengan komponen-komponen kecil motor, termasuk tutup rantai dan "ekor" slebor belakang yang masih lengkap, yang membuat saya akhirnya menyepakati harga Rp3,6 juta dengan pemilik lama.
Cukup tinggi untuk sebuah motor keluaran 1996, tapi tetap lebih terjangkau dibanding motor kebanyakan.
Sisa Rp400 ribu dari budget yang saya siapkan lantas saya gunakan untuk tambahan melakukan servis total di bengkel.
Beberapa komponen memang harus diganti, namun sepadan dengan feeling yang saya rasakan usai servis.
Dan kini, Februari 2022, motor yang sama masih menemani saya melakukan kegiatan sehari-hari.

Bandel dan irit. Itulah dua kata yang saya gunakan untuk menggambarkan performa mesin 100 cc berpendingin udara dengan transmisi manual empat langkah ini.
Bagaimana tidak, untuk perjalanan dari kota Magelang ke Surakarta, yang notabene menempuh jarak 100-an kilometer (lewat kota Yogyakarta), saya hanya perlu mengisi bensin satu kali di awal. Itu pun masih tersisa cukup banyak bensin di tangki.
Diakui, dengan mesin yang telah berumur 25 tahun, performanya sudah tidak sebaik dulu. Namun dari pengalaman saya, motor ini rata-rata hanya menghabiskan 1 liter untuk 50-an kilometer.
Dengan dimensi 195,4 x 66,7 x 104,3 cm, saya juga merasakan motor ini cukup lincah untuk menerobos padatnya lalu lintas di jalan raya.
Satu yang saya sukai, motor ini dapat diparkir di celah-celah sempit, yang tidak mungkin bisa dimasuki motor-motor lain dengan dimensi lebih besar.
Kekurangan motor ini terdapat pada aspek rem dan suspensi. Dengan sistem tromol yang digunakan di ban depan dan belakang, yang membuat pengeremennya tak sepakem motor yang sudah menggunakan model cakram.
Saya juga merasakan suspensi motor ini cukup keras. Dengan model teleskopik di bagian depan dan shockbreaker ganda di swingarm pada bagian belakang, saya merasakan guncangan yang nyata setiap kali melibas jalan yang rusak. Faktor usia motor, mungkin?
Selain itu, dengan tenaga maksimal 14,88 HP, motor ini jelas bukan dibuat untuk menaklukkan tanjakan.
Bahkan, saat digunakan untuk berboncengan saja, mesin motor ini sudah meraung-raung kewalahan.
Itulah mengapa saya memilih kata tabah untuk menggambarkan Astrea Grand ini. Dengan spesifikasi yang sebenarnya kurang mumpuni untuk zaman ini, motor ini dapat bertahan tanpa banyak rewel.
Dengan harga yang tak mencapai Rp4 juta (meski saat pertama diluncurkan tentunya jauh lebih tinggi), jujur, tak banyak yang bisa diharapkan dari motor ini.
Tapi bahwa motor ini tidak "protes" saat saya gunakan berkendara antarkota dan tak menguras biaya untuk servis, itu sudah lebih dari cukup.